Minggu, 19 April 2020

Kamu Bisa, Walau Tak Dianggap


Juli 2009 aku memulai pendidikan  di sekolah menengah atas di salah satu  sekolah favorit di kotaku. Ini kado istimewa dari kedua orangtuaku setelah aku gagal ujian Nasional di bangku SMP. Sebagai salah satu sekolah favorit, sekolahku didatangi banyak sekali anak2 yang nota bene anak kota. Mereka terbiasa degan kehidupan dan pergaulan yang sedikit glamor. Masih lekat pada ingatan ku, pada awal semester banyak diantara mereka membuat  kelompok atau lebih dikenal dengan Geng dari 1 sekolah (SMP). Mereka hanya bergaul dengan teman-teman dari sekolah yang sama. Memang kehidupan baru butuh penyesuaian.
Bergaul dan bersaing dengan teman-teman seangkatan  dengan berbagai macam latar belakang merupakan hal yang sedikit sulit bagiku. Maklum sekolahku dihuni banyak sekali anak-anak kota, mereka sudah terbiasa dengan mengakses komputer, menggunakan laboratorium bahasa dll. Bukan hanya keseharianku di sekolah, melainkan juga di asrama (Keseharian di asrama aka aku ceritakan).
Satu semester penuh penyesuainan berhasil aku lalui dengan baik. Nilai ujianku pas-pasan. Dan pada semester dua, kelas dibagi berdasarkan hasil ujian semester 1. Semester 2. aku duduk di Kleas C (maklum nilaiku pas2an). Kesenjangan sosial antar siswa sangat nampak saat itu. Kelas A dan B selalu dieluk-elukan para guru dan hampir semua kegiatan utama di sekolah, siswa-siswi dari 2 kelas tersebut menjadi prioritas utama. Aku tergolong siswa yang tidak diperhitungkan di sekolahku. Tetapi menurutku, aku mampu, aku bisa. Hanya kurang beruntung, dibandingkan yang lain. Di mata mereka aku tak diperhitungkan, tetapi di mataku, aku merasa aku istimewa. Itu prinsip sederhanaku, untuk memotivasi diri sendiri.
Hari-hari berlalu begitu cepat, ujian akhir semester sudah berlalu dan semua kami diwajibkan untuk memilih jurusan. Aku tak membutuhkan waktu lama untuk mempertimbangkan jurusan apa yang akan aku ambil. Dengan mantap aku memilih jurusan bahasa dan di posisi kedua IPS. Masing-masing jurusan yang dipilih harus disertakan dengan alasan. Aku masih mengingat dengan jelas sekali alasanku memilih jurusan bahasa: karena aku Ingin hidup membiara, itu alasan utamaku (Maklum aku penghuni asrama susteran dan banyak biarawati dari desaku yang bertugas di luar negeri. Aku sering berkhayal, suatu saat aku bisa seperti itu. Melayani sambil berpetualangan ke berbagai belahan dunia).
Hasil ujian dibagikan, aku mendapatkan nilai yang cukup memuaskan, walaupun tidak masuk sepuluh besar umum. Tetapi aku tetap bangga dengan pencapaianku. Aku berhasil masuk jurusan bahasa.


Note: Beri apresiasi pada diri sendiri, itu penting untuk memotivasi diri sendiri.

Sabtu, 18 April 2020

Surgaku, Mimpiku



Surga kecil yang menyuguhkan banyak sekali keindahan alam, yang memanjakan mata para pengunjung tidak hanya dengan kecantikkan alam, melainkan juga senyum ramah nan tulus dari penghuni surga itu.
Ya surga,,, aku menyebutnya surga, karena disana ada damai dan rindu. Dan Mimpiku berawal dari situ. Dari Surga  yang dikunjungi banyak wisatawan asing. Mereka berdecak kagum akan keindahannya dan seiring berjalannya waktu, surga itu kian mendunia dan semakin banyak orang dari berbagai belahan dunia datang meyapanya.
Mereka datang ditemani masyarakat lokal, yang akan memperkenalkan atau menjelaskan banyak hal tentang surga itu (Guide). Mereka tampak akrab dan obrolan mereka begitu serius. Sesekali mereka melempar senyum atau tertawa lepas. Aku terpikau melihat keakraban mereka. Itu merupakan pemandangan asing bagiku, seorang dengan perawakan tinggi, gagah dan putih begitu dekat dan akrab dengan masyarakat lokal setempat.
Aku berusaha berusaha mendekati mereka, sungguh… aku  begitu penasaran akan apa yang mereka bicarakan. Sayangnya tidak ada yang ku dipahaminya. Bahasa yang digunakan sangat asing ditelingaku. Tetapi sang Guide dan wistawan tersebut sangat serius membicarakannya.
Hati kecilku begitu mengagumi sang Guide dan berandai-andai suatu saat ia akan bisa seperti itu, mengobrol dan  memperkenalkan banyak hal tentang keindahan surga. Inilah mimpi sederhana gadis kecil dari pelosok desa terpencil.

Note: Mimpi membawa padamu pada kenyataan yang lebih indah dari yang kita impikan jika kita mau berjuang

                                       ****************

Di bangku sekolah dasar aku sama sekali tidak belajar bahasa asing. Keterbatasan tenaga pendididik dan buku-buku menjadi alasan utama aku tak belajar bahasa asing sejak dini. Aku tak seberuntung anak-anak lain di kota besar, yang sejak di bangku kanak-kanak telah mengenal beberapa kosa kata bahasa asing.
Setelah lulus sekolah dasar, aku melanjutkan pendidikan ke sekolah menengah pertama yang kecamatanku (3 KM dari rumah). Sebuah sekolah katolik dibawah Yayasan Persekolahan Lio. Di sekolah inilah aku pertama kali belajar bahasa Inggris.
Seiring berjalannya waktu aku mulai mengenal banyak kosa kata dan mulai bisa berbicara Bahasa Inggris. Betapa bahagianya hatiku walaupun kemampuan berbahasaku pas-pasan. Tetapi aku selalu berpikir positif, semuanya adalah bagian dari proses.
 Hari-hariku dibangku SMP tidak begitu baik, karena aku sering jatuh sakit (komplikasi malaria tropica, malaria vivax, thypus dan mag Hbku sampai 5 saat itu) terutama ketika aku duduk dikelas IX. Aku ketinggalan banyak sekali pelajaran, ditambah lagi kesedihan mendalam ditinggal pergi oleh adikku untuk selamanya (04 Januari 2009).
Ujian akhir nasional tiba. Aku mengerjakan soal-soal dengan rasa pesimis karena aku ketinggalan banyak sekali materi, sehingga aku tidak lulus ujian nasional (Ijazah SMPku Paket B). Sudah jatuh tertimpa tanggah, itulah pepatah yang cocok buat aku saat itu.
Sejak hasil ujian dibagikan, hari-hariku begitu menyakitkan. Ada perasaan malu terhadap adik-adikku (aku anak sulung dan selalu punya tekad untuk bisa menjadi panutan yang baik buat adik-adik), dan perasaan bersalah kepada kedua orangtuaku. Tetapi mereka selalu menyemangatiku. Kesedihan selalu mewarnai hari-hariku, oleh karena itu, untuk memulihkan kembali semangat belajarku, secara diam-diam kedua orangtuaku mendaftarkanku di sebuah sekolah ternama di kabupatenku. Aku juga didaftarkan untuk tinggal di asrama susteran. Betapa beruntungnya aku memiliki orangtua yang begitu mendukung aku, walaupun aku telah mengecewakan mereka dengan kegagalanku di UAS SMP. Mereka selalu mengatakan padaku, bahwa rasa penyesalanku, karena tidak berhasil ujian akhir, merupakan langkah awal untuk berhasil, karena aku sadar akan pentingnya berusaha untuk meraih sesuatu yang lebih. Mendaftarkanku di sekolah favorit juga merupakan tantangan baru untukku. Pertanyaan baru mulai muncul; mampukan aku bersaing dengan yang lain??

                                        ****************

Note: Kesadaran dan penyesalan kita, akan suatu kegagalan yang pernah kita alami merupakan langkah awal untuk berhasil, karena dari situ akan muncul semangat baru untuk berusaha. Gagal merupakan langkah awal untuk sukses.
 Selamat berjuang 😊
Salam manis dari nona manis 😊