Juli 2009 aku memulai pendidikan di sekolah menengah atas di salah satu sekolah favorit di kotaku. Ini kado istimewa dari kedua orangtuaku setelah aku
gagal ujian Nasional di bangku SMP. Sebagai salah satu sekolah favorit,
sekolahku didatangi banyak sekali anak2 yang nota bene anak kota. Mereka
terbiasa degan kehidupan dan pergaulan yang sedikit glamor. Masih lekat pada
ingatan ku, pada awal semester banyak diantara mereka membuat kelompok atau lebih dikenal dengan Geng dari 1
sekolah (SMP). Mereka hanya bergaul dengan teman-teman dari sekolah yang sama.
Memang kehidupan baru butuh penyesuaian.
Bergaul dan bersaing dengan teman-teman
seangkatan dengan berbagai macam latar
belakang merupakan hal yang sedikit sulit bagiku. Maklum sekolahku dihuni
banyak sekali anak-anak kota, mereka sudah terbiasa dengan mengakses komputer, menggunakan laboratorium bahasa dll. Bukan hanya keseharianku di sekolah, melainkan
juga di asrama (Keseharian di asrama aka aku ceritakan).
Satu semester penuh penyesuainan berhasil aku lalui dengan baik. Nilai ujianku pas-pasan. Dan pada semester dua, kelas dibagi berdasarkan hasil
ujian semester 1. Semester 2. aku duduk di Kleas C (maklum nilaiku pas2an). Kesenjangan
sosial antar siswa sangat nampak saat itu. Kelas A dan B selalu dieluk-elukan
para guru dan hampir semua kegiatan utama di sekolah, siswa-siswi dari 2 kelas
tersebut menjadi prioritas utama. Aku tergolong siswa yang tidak diperhitungkan
di sekolahku. Tetapi menurutku, aku mampu, aku bisa. Hanya kurang beruntung,
dibandingkan yang lain. Di mata mereka aku tak diperhitungkan, tetapi di
mataku, aku merasa aku istimewa. Itu prinsip sederhanaku, untuk memotivasi diri
sendiri.
Hari-hari berlalu begitu cepat, ujian
akhir semester sudah berlalu dan semua kami diwajibkan untuk memilih jurusan. Aku
tak membutuhkan waktu lama untuk mempertimbangkan jurusan apa yang akan aku
ambil. Dengan mantap aku memilih jurusan bahasa dan di posisi kedua IPS. Masing-masing
jurusan yang dipilih harus disertakan dengan alasan. Aku masih mengingat dengan
jelas sekali alasanku memilih jurusan bahasa: karena aku Ingin hidup membiara,
itu alasan utamaku (Maklum aku penghuni asrama susteran dan banyak biarawati
dari desaku yang bertugas di luar negeri. Aku sering berkhayal, suatu saat aku
bisa seperti itu. Melayani sambil berpetualangan ke berbagai belahan dunia).
Hasil ujian dibagikan, aku mendapatkan
nilai yang cukup memuaskan, walaupun tidak masuk sepuluh besar umum. Tetapi aku
tetap bangga dengan pencapaianku. Aku berhasil masuk jurusan bahasa.
Note: Beri apresiasi pada diri sendiri, itu penting untuk memotivasi diri sendiri.